PENULISAN ARTIKEL ILMIAH

B. Pendahuluan
Publikasi ilmiah pada umumnya memuat: (a) kumpulam atau akumulasi pengatahuan baru, (b) pengamatan empirik, dan (c) pengembangan gagasan atau usulan baru. Di lingkungan perguruan tinggi, Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional (Ditbinlitabmas, Dikti, Depdiknas) memberikan arahan bahwa artikel (jurnal ilmiah) terutama berupa hasil penelitian. Di samping itu juga dianjurkan pemuatan artikel konseptual, telaah buku baru, dan obituari. Namun, yang perlu diingat adalah bahwa kegiatan pengabdian kepada masyarakat itu harus terencana, didikung oleh landasan ilmiah yang kuat, dan mempunyai temuan yang besar manfaatnya.
Hasil penelitian merupakan isi pokok dari jurnal. Hal ini dapat dipahami karena penelitian adalah karya ilmiah yang nilainya tertinggi. Berdasarkan filsafat ilmu, penelitian menghasilkan kebenaran ilmiah yang paling andal dibanding dengan kebenaran lainnya, seperti kebenaran hasil kebetulan dan kebenaran hasil trial and error. Adapun, yang tidak boleh dimuat dalam jurnal adalah foto penulis, berita, dan iklan temporer.
Satu hal yang perlu diperhatikan untuk naskah konseptual (non penelitian), bahwa naskah itu mengandung analisis dari penulis. Kesalahan yang banyak terjadi adalah pemuatan naskah konseptual yang tidak bersifat analsis sehingga tidak tampak ”temuan” atau pendapat penulis. Contoh dari naskah yang tidak bersifat analisis adalah naskah bahan ajar atau bahan kuliah, dan naskah yang isinya lebih banyak mengutip. Hal ini dapat dipahami seperti pada naskah hasil penelitian yang di samping menunjukkan hasil penelitian juga harus ada pembahasan. Jadi pembahasan dalam naskah hasil penelitian dapat disetarakan dengan analsis naskah konseptual.




B. Format Artikel Ilmiah
Artikel (yang disajikan dalam jurnal ilmiah) dapat dibedakan menjadi tiga yatu (1) artikel hasil penelitian, (2) artikel konseptual (non penelitian), dan (3) artikel telaah baku baru dan obituari.
1. Artikel Hasil Penelitian
Artikel hasil penelitian memiliki bagian-bagian (1) judul, (2) nama (nama-nama) peneliti, (3) abstrak, (4) kata-kata kunci, (5) bagian pendahuluan, (6) metode, (7) hasil, (8) pembahasan, (9) simpulan dan saran, (10) daftar rujukan Urutan penyajiannya sebagaimana sistematika berikut ini.




a. Judul
Judul dalam penulisan karya ilmiah hendaknya (1) menggunakan bahasa yang singkat, padat, dan jelas, (2) berstruktur frasa bukan kalimat, dan (3) tidak dalam bentuk pertanyaan. Judul juga harus dibedakan dengan topik dan tema.

b. Nama (nama-nama) Peneliti
Dalam uraian ini sengaja disebut nama (nama-nama) peneliti, bukan nama penulis, kata peneliti menunjuk pada orang yang melakukan penelitian yang hasilnya ditulis menjadi artikel. Jadi, sebagai naskah jurnal, sebaiknya dicantumkan nama semua yang melakukan penelitian. Hal ini perlu dimengerti bahwa pemuatan hasil penelitian dalam jurnal adalah bagian dari usaha publikasi bagian penelitian. Walaupun yang menulis (baca meringkas) hasil penelitian itu hanya satu orang sebaiknya tetap mencamtumkan seluruh nama-nama peneliti, karena hasil penelitian itu adalah hak ”paten” seluruh anggota tim peneliti.

c. Abstrak
Abtrak berisi pernyataan ringkas dan padat tentang ide-ide yang paling penting Abstrak memuat masalah dan tujuan penelitian, prosedur penelitian (untuk penelitian kualitatif termasuk deskripsi tentang subjek yang diteliti), dan ringkasan hasil penelitian, simpulan. Abstrak ditulis dengan panjang 50-75 kata. Sebenarnya penulis/penyunting dapa menghitung beberapa kata abstrak yang dimuat. Apabila (dan seharusnya) naskah ditulis dengan komputer amatlah mudah menghitung berapa kata abstrak itu.

d. Kata-kata Kunci
Kata-kata kunci dimuat antara tiga sampai lima kata inti. Satu kata kunci dapat terdiri atas 3 atau 5 kata. Istilah kata kunci menunjuk kepada suatu konsep penting yang terdapat dalam tulisan tersebut. Kata-kata kunci tidak hanya diambil dari judul saja, tetapi dapat diambil dari isi.

e. Bagian Pendahuluan
Bagian pendahuluan biasanya tidak diberi subjudul. Bagia inti utama berisi masalah/tujuan penelitian, namun biasanya dikemukakan pula garis besar tentang latar belakang, kerangka teori, dan manfaat penelitian.

f. Metode
Subjudul ini tidak dapat ditambah dengan kata penelitian. Tanpa menyebut hasil penelitian/pengabdian pembaca telah mengatahui bahwa konteks tulisan ini adalah metode penelitian. Dalam bagian ini yang perlu dimuat adalah seluruh metode penelitian, dengan disebutkan secara singkat tetapi jelas.

g. Hasil
Seperti halnya metode, dubjudul hasil tidak perlu ditambah dengan kata penelitian. Dalam bagian ini yang perlu diketengahkan adalah temuan-temuan penelitian. Apabila penelitian menggunakan uji statistik, perhitungan tidak perlu disertakan dalam naskah. Apabila tulisan dapat dinarasikan sebaiknya tabel dan gambar tidak dimasukkan dalam naskah. Tabel dan gambar dimasukan apabila sulit ditulis secara naratif.

h. Pembahasan
Pembahasan bagian terpenting dari naskah jurnal. Dalam pembagian pembahasan inilah pandangan peneliti akan tampak. Kemampuan peneliti dalam menganalisis, wawasan dan argumentasi akademik dapat dilihat dalam bagian pembahasan. Oleh karena itu, pada bagian ini menunjukkan pendapat peneliti yang didukung oleh pendapat atau teori lainnya.

i. Simpulan dan Saran
Bagian simpulan dan saran dalam artikel penelitian tidak hanya dipermasalhkan karena pada umumnya tinggal memindahkan dari kesimpulan dan saran yang terdapat dalam laporan hasil penelitian. Hanya kadang-kadang perlu diringkaskan sedikit dari laporan hasil penelitian.

j. Daftar Rujukan
Dalam artikel penelitian tidak disebut dengan daftar pustaka. Hal ini untuk membedakan, bahwa dalam jurnal, pustaka yang dicanumkan adalah yang memang dirujuk atau dikutip dalam naskah saja. Jadi, daftar rujukan dalam jurnal lebih sedikit jumlahnya dari daftar pustaka dalam laporan hasil penelitian.

k. Identitas Penulis dan Sponsor Kegiatan
Identitas para penulis diperlukan untuk mengetahui di mana kedudukan peneliti itu, termasuk di sini apabila naskah tersebut digunakan sebagai bukti kredit bagai tenaga fungsional. Demikian juga dengan sponsor kegiatan, perlu dicantumkan karena biasanya akan memberikan referensi kepada pembaca. Hal ini biasanya juga berkaitan dengan bobot penelitian yang dilakukan. Identitas penulis dan sponsor kegiatan dalam jurnal ditulis sebagai catatan kaki pada halaman pertama naskah. Namun, untuk keperluan percetakan akan lebih memudahkan apabila ditulis di bawah daftar rujukan.

2. Penulisan Artikel Konseptual (Non Penelitian)
Artikel konseptual (non penelitian) adalah karya ilmiah yang menelaah suatu teori, konsep, atau prinsip; mengembangkan suatu model, mendeskripsikan fakta atau fenomena tertentu, menilai suatu produk yang dimuat dalam terbitan berkala ilmiah (jurnal, majalah, dan buletin), dan buku kumpulan artikel. Karena beragamnya jenis artikel non penelitian, maka cara penyajiannya pun berbeda. Dalam tulisan ini disajikan contoh secara umum penelitian artikel non penelitian.
Artikel jenis ini berisi hal-hal yang sangat penting, apabila diketik pada kertas kuarto dengan 1,5 spasi atau 2 spasi, panjang tulisannya 10-15 halaman. Adapun bagian-bagian dan sistematikannya ditulis sebagai berikut:
Naskah konseptual memiliki bagian-bagian, yaitu (1) judul, (2) nama (nama-nama) penulis, (3) abstrak, (4) kata-kata kunci, (5) bagian pendahuluan, (6) isi, (7) penutup, (8) daftar rujukan, dan (9) identitas penulis. Urutan penyajiannya sebagaimana sistematika berikut ini.


a. Judul
Judul sebaiknya dimuat singkat dan jelas. Biasanya judul artikel konseptual berkisar antara tiga sampai 10 kata. Judul artikel konseptual pada umumnya lebih pendek dibandingkan dengan judul pada naskah hasil penelitian. Persyaratan lain sama dengan penulisan judul dalam artikel penelitian.

b. Abstrak
Penulisan abstrak pada artikel konseptual tidak banyak berbeda dengan abstrak dalam naskah hasil penelitian. Abstrak artikel konseptual biasanya merupakan saripati dari isi artikel yang ditulisnya. Panjangnya juga sama dengan abstrak dalam artikel hasil penelitian, yaitu 50 – 75 kata.

c. Kata-kata Kunci
Penulisan kata-kata kunci tidak berbeda antara artikel konseptual dan hasil penelitian, yaitu dibuat antara tiga sampai lima kata inti. Satu kata kunci dapat terdiri atas satu, dua, atau tiga kata. Istilah kata kunci menunjuk kepada suatu konsep penting yang terdapat dalam tulisan tersebut. Kata-kata kunci tidak hanya diambil dari judul saja, tetapi dapat diambil dari isi.

d. Bagian Pendahuluan
Bagian pendahuluan biasanya juga tidak perlu diberi subjudul dalam makalah sering dinamakan pengantar.

e. Isi
Isi inilah yang merupakan bagian penting dari artikel konseptual. Pendapat, pendirian, analsis, dan sintesis penulis terhadap masalah yang dikemukakan dituangkan dalam bagian ini. Bagian isi dapat terdiri atas beberapa subjudul (satu sampai lima). Bahkan dimungkinkan masih terdapat sub-subjudul. Jadi tidak perlu diberi judul ”isi” tetapi diberi judul sesuai dengan isi tulisannya.S

f. Penutup
Dalam artikel konseptual tidak ada bagian kesimpulan dan saran, yang ada adalah bagian penutup. Bagian ini merupakan ringkasan dari inti isi tulisan.

g. Daftar Rujukan
Seperti hanya pada daftar rujukan dalam artikel hasil penelitian, dalam artikel konseptual hanya mencantumkan pustaka yang memang dirujuk saja.

h. Identitas Penulis
Identitas penulis kegunaannya dan cara penulisannya sama dengan identitas penulis dalam artikel hasil penelitian.

3. Artikel Telaah Buku dan Obituari
Artikel telaah buku merupakan artikel yang berisi pembahasan terdahap buku (ilmiah) yang baru terbit. Telaah buku sering disebut pula dengan resensi atau reviu. Obituari adalah paparan terhadap seorang pakar pada bidang tertentu (sesuai dengan bidang jurnal) yang telah meninggal dunia.
Naskah telaah buku dan obituari tidak terdapat pembahasan yang baku. Naskah ini biasanya terdiri atas judul dan isi. Isi dalam naskah ini dapat disebut secara eksplisit dengan judul. Tetapi dapat juga tidak di eksplisitkan. Apabila tidak, berarti dalam naskah tidak terdapat subjudul.
Naskah telaah buku berisi pendapat penulis tentang buku yang ditelaahnya. Jadi hal ini sangat bergantung kepada ketajaman penulis atau penelaah. Naskah obituari biasanya berisi riwayat hidup dan pekerjaan, jasa-jasa dalam bidang keilmuan meupun yang lain, dan karya-karya baik yang telah ditulis maupun baru berupa gagasan.


DAFTAR RUJUKAN

Ahmadi, Mukhsin. Dkk. 1980. Komposisi Bahasa Indonesia: Buku I, Malang: IKIP Malang,

Busri, Hasan. 2003a. Analisis Wacana: Teori dan Penerapannya. Malang: FKIP Universitas Islam Malang.

Busri, Hasan. 2003b. Sintaksis Bahasa Indonesia. Malang: FKIP Universitas Islam Malang.

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skipsi, Tesis, Disertasi, Makalah, Laporan Penelitian. Malang: Universitas Negeri Malang.
.
Surakhmad, Winarno. 1988. Paper, Skipsi, Tesis, Disertasi, Bandung: Tarsito

Wahab, Abdul dan Lestari, Lies Amin. 1999. Menulis Karya Ilmiah. Surabaya: Airlangga University Press.

Telaah kritis terhadap UU no 3 Th 2006, tentang peradilan Agama dan efektifitasimplementasinya

Undang-undang nomor 3 tahun 2006 Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama membawa perubahan besar terhadap Peradilan Agama. Undang-undang tersebut selain memperkokoh kedudukan Peradilan Agama, jug amenambah kewenangan absolut Peradilan Agama. Pasal 49 menyebutkan bahwa Peradilan Agama bertugas dan berwewenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah. Salah satu kegiatan ekonomi syariah adalah bank syariah. Masalah yang timbul kemudian adalah setelah lahir Undang-undang Nomor 21 tentang Perbankan Syariah. Pasal 55 ayat (2) dan penjelasannya menyatakan : Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaiaan sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad. Yang dimaksud dengan “penyelesaian sesuai dengan isi akad” adalah upaya sebagia berikut : (a) musyawarah, (b) mediasi perbankan, (c) melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain dan/atau (d) melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum. Ketentuan tersebut, mengisyaratkan adanya keleluasaan dalam menentukan pilihan forum penyelesaian sengketa di bidang perbankan, sedangkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 menyatakan dengan tegas sengketa ekonomi syariah menjadi kewenangan pengadilan di lingkungan Peradilan Agama. Masalah lain adalah ketika sengketa ekonomi syariah diselesaikan oleh Badan Arbitrase Syariah, pengadilan di lingkungan peradilan apa yang berwenang melaksanakan putusan badan arbitrase tersebut.[1]

Negara Indonesia adalah negara hukum. Tujuan hukum pada dasarnya memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Kesejahteraan hanya dapat terwujud apabila keadilan ditegakkan. Friedman mengutarakan tiga unsur sistem hukum, yaitu struktur, substansi dan budaya hukum. Berdasarkan pendekatan itu, sistem hukum bukan sekedar kumpulan asas dan kaidah hukum, melainkan mencakup pula kelembagaan dan budaya hukum.

Berdasarkan hasil telaah bahan pustaka, baik peraturan perundang-undangan, tulisan para pakar dan makalah-makalah dari berbagai sumber dan dengan menggunakan metode deskriptif analisis, masalah-masalah tersebut dapat diurai.

Kedudukan Peradilan Agama sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman di bwah Mahkamah Agung, tercantum dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Undang-undang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Peradilan Agama. Kewenangannya berdasarkan pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, selain yang disebutkan dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1989, juga berwenang melaksanakan putusan Badan Arbitrase Syariah atas permohonan salah satu pihak apabila putusan badan arbitrase tersebut tidak dilaksanakan secara sukrela. Tatacara pelaksanaan putusan Bada Arbitrase Syariah sesuai dengan ketentuan pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum yang tetap.[2]

Lahirnya UU No. 3 Tahun 2006 sebagai amandemen terhadap Undang-undang Peradilan Agama No. 7 Tahun 1989 tersebut, membawa implikasi baru dalam sejarah hukum ekonomi Islam di Indonesia. Pengesahan terhadap Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (PA), menjadikan Peradilan Agama mendapatkan tambahan kewenangan yang sangat strategis. Terbitnya undang-undang tersebut memperlihatkan bahwa upaya-upaya formalisasi hukum Islam –khususnya dalam bidang ekonomi- sangatlah memungkinkan. Tulisan ini akan melihat lebih jauh megenai peluang dan tantangan formalisasi hukum ekonomi Islam secara umum, di samping melihat apa yang harus dilakukan menyikap perluasan kewenangan PA dalam memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di bidang ekonomi syariah.

Gambaran Umum Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama.

1. DasarHukumKelembagaan
Dasar hukum pembentukan organisasi Pengadilan Tinggi Agama diatur dalam Keputusan Mahkamah Agung Nomor : KMA/004/SK/II/1992 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama.

2. TugasPokok
Tugas pokok Pengadilan Agama adalah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.

Untuk hal ini, saya hanya memberi contoh tugas pokok dan fungsi Pengadilan Tinggi Agama antara lain :

a. Mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat Banding.

b. Mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Agama di daerah hukumnya.

c. Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya apabila diminta.

d. Melakukan pengawasan terhadap jalannya Peradilan di tingkat pertama.

3. Fungsi
Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut di atas, Pengadilan Tinggi Agama mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Memberikan pelayanan kepada masyarakat dibidang hukum Islam dalam wilayah hukum Pengadilan Tinggi Agama.

b. elaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap aparatur dan jalannya Peradilan Agama dalam wilayah hukumnya.[3]

Menurut Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 144/KMA/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan pada Pasal 1 Ketentuan Umum, yang dimaksud dengan :

1. “Informasi” adalah segala sesuatu yang dapat dikomunikasikan atau yang dapat menerangkan sesuatu dalam bentuk atau format apapun;

2. “Pemohon” adalah orang yang mengajukan permohonan informasi kepada pejabat Pengadilan;

3. “Orang” adalah orang perseorangan, kelompok orang atau badan hukum;

4. “Pengadilan” adalah pengadilan seluruh lingkungan dan tingkatan peradilan, kecuali secara tegas dinyatakan lain;

5. “Hakim” adalah hakim seluruh lingkungan dan tingkatan peradilan;

6. “Pegawai” adalah pegawai negeri yang ditempatkan di Pengadilan dan mendapatkan gaji atau honor dari negara.[4]

Hukum bukanlah suatu lembaga yang sama sekali otonom, namun berada pada kedudukan yang saling terkait dengan sektor-sektor kehidupan lain dalam masyarakat. Salah satu segi dari keadaan yang demikian itu adalah bahwa hukum harus senantiasa melakukan penyesuaian terhadap tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh masyarakatnya. Oleh karena itu, hukum merupakan dinamika. Politik hukum merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya dinamika yang demikian, oleh karena itu ia diarahkan kepada iure constituendo (ius constitutum) hukum yang seharusnya berlaku. Dalam politik hukum, ada dua dimensi yang terkait dan tak terpisahkan, yaitu dimensi filosofis-teoritis dan dimensi normatif-operasional. Politik hukum dalam dimensi filosofis-teoritis merupakan parameter nilai bagi implementasi pembangunan dan pembinaan hukum di lapangan. Dimensi normatif-operasional merupakan cerminan kehendak-kehendak sosial penguasa



[1] Drs.Nadang Nurdin.Realita Hukum dalam Peradilan Agama(Jakarta:KaryaPrakasaPerdana,2000),12-13

[2] Soedjono Dirdjosisworo. 1999. Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada), hlm. 49.

[3] Dunn William, N.,Pengantar Analisis Kebijakan Publik (terjemahan),( Yogyakarta ,Gajah Mada University Press)1998

[4] Ibid ,224