Mahar dan Kedudukannnya di KHI

Mahar (mas kawin) adalah pemberian (wajib) dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang dan jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Macam Mahar :
a) Mahar musamma adalah mahar yang bentuk dan jumlahnya ditetapkan dalam sighal akad nikah. Mahar ini bisa dibayarkan secara tunai atau ditangguhkan dengan persetujuan kedua belah pihak.
b) Mahar mitsil ialah mahar yang jumlahnya ditetapkan menurut jumlah yang diterima keluarga pihak isteri, karena pada waktu akad nikah jumlah dan bentuk mahar belum ditetapkan.

pembayaran mahar
a) Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak.
b) Penentuan mahar berdasarkan asas kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran Islam.
c) Mahar diberikan langsung kepada calon mempelai wanita dan sejak itu menjadi hak pribadinya
d) Mahar dapat diserahkan secara tunai dan ditangguhkan dan jika mempelai wanita menyetujuinya, maka menjadi utang calon mempelai pria
e) Suami yang mentalak isterinya qobla al dukhul dalam keadaan mahar masih terulang, maka ia wajib membayar setengah mahar yang telah ditentukan dalam akad nikah. Demikian juga jika suami meninggal dunia qobla al dukhul maka seluruh mahar yang telah ditetapkan menjadi hak penuh isteri. Dalam hal terjadi perceraian dengan qobla al dukhul tetapi besarnya mahar belum ditetapkan, maka suami wajib membayar mahar mitsil.
Sengketa mahar.

a) Jika mahar hilang sebelum diserahkan, maka dapat diganti dengan uang atau barang lain yang senilai.
b) Jika mahar cacat tetapi mempelai wanita mau menerimanya, maka mahar dianggap telah lunas. Akan tetapi, jika ia menolak, maka mempelai pria wajib menggantinya dengan mahar lain yang tidak cacat. Selama penggantinya belum diserahkan, mahar dianggap belum lunas.
c) Penyelesaian perselisihan tentang mahar baik mengenai jenis maupun nilainya dapat diajukan ke pengadilan agama.

MAHAR DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM

Pasal 30
Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak.

Pasal 31
Penentuan mahar berdasarkan atas kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran Islam.

Pasal 32
Mahar diberikan langsung kepada calon mempelai wanita dan sejak itu menjadi hak pribadinya.

Pasal 33
(1) Penyerahan mahar dilakukan dengan tunai.
(2)Apabila calon mempelai wanita menyetujui, penyerahan mahar boleh ditangguhkan baik untuk seluruhnya atau sebagian. Mahar yang belum ditunaikan penyerahannya menjadi hutang calon mempelai pria.

Pasal 34
(1) Kewajiban menyerahkan mahar bukan merupakan rukun dalam perkawinan.
(2) Kelalaian menyebut jenis dan jumlah mahar pada waktu akad nikah, tidak menyebabkan batalnya perkawinan. Begitu pula halnya dalam keadaan mahar masih terhutang, tidak mengurangi sahnya perkawinan.

Pasal 35
(1) Suami yang mentalak isterinya qobla al dukhul wajib membayar setengah mahar yang telah ditentukan dalam akad nikah.
(2) Apabila suami meninggal dunia qobla al dukhul tetapi besarnya mahar belum ditetapkan, maka suami wajib membayar mahar mitsil.

Pasal 36
Apabila mahar hilang sebelum diserahkan, mahar itu dapat diganti dengan barang lain yang sama bentuk dan jenisnya atau dengan barang lain yang sama nilainya atau dengan uang yang senilai dengan harga barang mahar yang hilang.

Pasal 37
Apabila terjadi selisih pendapat mengenai jenis dan nilai mahar yang ditetapkan,penyelesaian diajukan ke Pengadilan Agama.

Pasal 38
(1)Apabila mahar yang diserahkan mengandung cacat atau kurang, tetapi calon mempelai tetap bersedia menerimanya tanpa syarat, penyerahan mahal dianggap lunas.
(2)Apabila isteri menolak untuk menerima mahar karena cacat, suami harus menggantinya dengan mahar lain yang tidak cacat. Selama Penggantinya belum diserahkan, mahar dianggap masih belum dibayar.

LARANGAN KAWIN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM

Pasal 39
Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita disebabkan :
(1) Karena pertalian nasab :
a. dengan seorang wanita yangmelahirkan atau yang menurunkannya atau keturunannya;
b. dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu;
c. dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya

(2) Karena pertalian kerabat semenda :
a. dengan seorang wanita yang melahirkan isterinya atau bekas isterinya;
b. dengan seorang wanita bekas isteri orang yang menurunkannya;
c. dengan seorang wanita keturunan isteri atau bekas isterinya, kecuali putusnya hubungan perkawinan dengan bekas isterinya itu qobla al dukhul;
d. dengan seorang wanita bekas keturunannya.

(3) Karena pertalian sesusuan :
a. dengan wanita yang menyusui dan seterusnya menurut garis lurus ke atas;
b. dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke bawah;
c. dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemanakan sesusuan ke bawah;
d. dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas;
e. dengan anak yang disusui oleh isterinya dan keturunannya.

Pasal 42
Seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita apabila pria tersebut sedang mempunyai 4 (empat) orang isteri yang keempat-empatnya masih terikat tali perkawinan atau masih dalam iddah talak raj`i ataupun salah seorang diantara mereka masih terikat tali perkawinan sedang yang lainnya dalam masa iddah talak raj`i.

Pasal 43
(1) Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria :

a. dengan seorang wanita bekas isterinya yang ditalak tiga kali;
b. dengan seorang wanita bekas isterinya yang dili`an.

(2) Larangan tersebut pada ayat (1) huruf a. gugur, kalau bekas isteri tadi telah kawin dengan pria lain, kemudian perkawinan tersebut putus ba`da dukhul dan telah habis masa iddahnya.

Pasal 44
Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam.

0 Response to "Mahar dan Kedudukannnya di KHI"

Posting Komentar