Tokoh Pembaharu Islam Muhammad Abduh

A. BIOGRAFI

Dia adalah Muhammad Abduh Hasan Khairullah. Di lahirkan di Desa Mahallat Nasr, Syibrakhit, Provinsi Buhairah Mesir. Dia berasal dari keluarga yang bangga dengan anggotanya, dimana melakukan perlawanan terhadap kezaliman penguasa dan mengorbankan tanah, harta, nyawa dan ketenangan.

Setelah belajar membaca, menulis dan menghafal Al-Qur’an di desanya yang bernama kuttab, Muhammad Abduh mulai mencari ilmu Al-Azhar di madrasah Al-Ahmadi di kota Tanta pada tahun 1279 H/1862 M. tetapi, metode pengajaran di sekolah tersebut memandulkan kehausannya dalam mencari ilmu, sehingga dia pulang dan menikah. Sedangkan orang tuanya berkeras agar dia kembali menuntut ilmu, sehingga dia melarikan diri ke paman bapaknya di desa Kanisah Orin. Di sana dia ditemui oleh Syaikh Darwisy Khidir, seorang sufi dari tarikat Sanusiyah dan dia kembali menuntut ilmudan kembali ke Tanta kemudian ke Al-Azhar di Kairo. Perjalanan hidupnya berubah saat dia berkenalan dengan Jamaluddin Al-Afghani pada tahun 1288 H/1871 M yang menjadi gurunya.

Setelah Muhammad Abduh lulus dari Al-Azhar tahun 1294 H/1877 M, Dia ditetapkan sebagai guru sejarah di sekolah Tinggi Dar Al-Ulum, di samping mengajar di Madrasah As-Sin. Dia merangkan kepada siswa-siswanya kitab Muqoddimah karya Ibnu Khaldun dan ilmu social pembangunan.[1]

Ketika Al-Afghani di asingkan dari Mesir tahun 1296 H/1879 M, Muhammad Abduh dicopot dari mengajar dan hidupnya dibatasi hanya di desanya, tidak boleh keluar dari (tahanan luar), sampai keluar keputusan amnesty dari Riyadh Pasha dan ditunjuk sebagai redaktur utama bagi surat kabar Al-Waqai Al-Misriyah. Abduh mengembangkan surat kabar tersebut dan membuat bagian tidak resmi, dimana dalam bagian tersebut, dia dan kawan-kawannya menyebarkan banyak makalah ilmiah pemikiran dalam berbagai bidang.

Muhammad Abduh bukan termasuk orang yang mendukung revolusi sebagai jalan perubahan. Dia adalah pendukung perbaikan secara bertahap, khususnya melalui sarana pendidikan dan pengajaran dalam rangka membentuk kader pilihan yang akan menjadi umat sampai menghasilkan pendidikan secara matang, kukuh, dan secara bertahap.

Muhammad Abduh dan partainya masuk dalam revolusi Arab, tapi dalam kepemimpinannya, dia mempresentasikan sayap tengah (sedang). Ketika revolusi tersebut gagal dan Inggris menguasai Mesir pada bulan September 1882 M, dia dipenjara dan dihukum bersama para pimpinan revolusi lainnya dan dibuang keluar negeri selama tiga tahun yang diperpanjang sampai enam tahun.

Setelah penerbitan majalah Al-Urwah Al-Wutsqa berhenti dan tiga tahun masa hukuman pembuangannya telah habis, muncul rasa putus asa pada diri Muhammad Abduh dari aktifitas politik langsung, dan muncul keinginan untuk mengadakan perbaikan dengan manhaj tarbiyah, pengajaran, pembaharuan pemikiran dan perbaikan metode berpikir pada umat islam, sehinnga dia kembali memisahkan diri dari gurunya dan kembali ke Bairut sebagai guru di madrasah As-Sultaniyah.

Selain proyek pemikiran dan aktifitas lapangan, Abduh memusatkan diri pada perbaikan tiga lembaga yang melakukan fungsi pembentukan akal yang islami, yaitu Al-Azhar, Masjid, dan peradilan syari’ah. Dia berhasil mencatat keberhasilan dalam bidang ini, tetapi tidak mencapai batas maksimal yang dia inginkan.

B. LATAR BELAKANG SOSIAL AKADEMIK

Asal usul Muhammad Abduh, pendidikannya semasa kecil dan dewasa, serta hal-hal lain yang mengenai dirinya sebelum dia terkenal sebagai pemimpin islam di zaman modern, dapat diketahui baik dari karangannya sendiri maupun dari keterangan-keterangan orang lain.

Muhammd Abduh di suruh belajar menulis, dan membaca agar kemudian dapat membaca dan menghafal Al-Qur’an. Setelah mahir membaca dan menulis dia pun diserahkan pada satu guru untuk dilatih menghafal Al-Qur’an. Dia dapat menghafalkannya selama masa dua tahun. Kemudian dia dikirim ke Tanta untuk belajar agama di Masjid Syekh Ahmad di tahun 1862. Setelah dua tahun belajar bahasa Arab, nahu, sarf, fiqh dan sebagainya, dia merasa tak mengerti apa-apa karena metode yang dipakai saat itu adalah metode menghafal luar kepala. Pengaruh metode ini masih terdapat dalam zaman kita sekarang terutama di sekolah-sekolah agama.[2]

Karena tidak puas dengan metode tersebut, Muhammad Abduh akhirnya lari dan meninggalkan pelajarannya di Tanta. Dia pergi bersembunyi di rumah salah satu pamannya tetapi setelah tiga bulan disana, dia dipaksa kembali ke Tanta. Setelah menikah di umur 16 tahun, dia dipaksa oleh orang tuanya untuk kembali ke Tanta. Dia pun meninggalkan kampungnya, tapi bukan pergi ke Tanta melainkan untuk pergi kerumah pamannya untuk bersembunyi. Kemudian dia bertemu dengan Syekh Darwisy Khadr yang merubah jalan riwayat hidupnya.

Syekh Darwisy mengerti akan keengganan Muhammad Abduh untuk belajar, maka dia selalu membujuk pemuda itu supaya membaca buku bersama-sama. Setelah selesai belajar di sini, dia meneruskan studinya ke Al-Azhar tahun 1866. Sewaktu masih belajar di Al-Azhar, untuk pertama kalinya dia bertemu dengan Al-Afghani. Perjumpaan ini meninggalkan kesan yang baik dalam diri Muhammad Abduh. Di tahun 1877 studinya selesai di Al-Azhar dengan mendapat gelar Alim.

Pindah ke soal ide-ide Muhammad Abduh, sebab yang membawa kepada kemunduran, menurut pendapatnya, adalah faham jumud[3] yang terdapat dalam kalangan umat islam. Karena dipengaruhi faham jumud umat islam tidak menghendaki perubahan dan tidak mau menerima perubahan, umat islam berpegang teguh pada tradisi.

Perlu di tegaskan bahwa Muhammad Abduh tidak cukup hanya kembali kepada ajaran-ajaran asli, sebagai yang di anjurkan oleh Muhammad Abd Al-Wahab. Karena zaman dan suasana umat islam sekarang telah jauh berubah dari zaman dan suasana umat islam zaman klasik, ajaran-ajaran asli itu perlu di sesuaikan dengna keadaan modern sekarang.

C. PENDEKATAN DAN METODELOGI BERPIKIR

Ide-ide pembaruan teologis yang disebarkan oleh Muhammad Abduh, di dasari oleh tiga hal, kebebasan manusia dalam memilih perbuatan, kepercayaan yang kuat terhadap sunah Allah, dan fungsi akal yang sangat dominan dalam menggunakan kebebasan. Pandangan Abduh tentang perbuatan manusia bertolak dari satu deduksi, bahwa manusia adalah makhluk yang bebas dalam memilih perbuatannya. Namun, kebebasan tersebut bukanlah kebebasan tanpa batas. Setidaknya ada dua ketentuan yang menurut Abduh mendasari perbuatan manusia, yakni:

1. Manusia melakukan perbuatan dengna daya dan kemampuannya

2. Kekuasaan Allah adalah tempat kembali semua yang terjadi

Muhammad Abduh memandang akal berperan penting dalam mencapai pengetahuan yang hakiki tentang iman. Akal dalam sistem teologi Abduh bahkan memiliki kekuatan yang sangat tinggi. Berkat akal, orang dapat mengetahui adanya Tuhan dan sifat-sifatnya, mengetahui adanya hidup di akhirat, mengetahui kewajiban pada Tuhan, mengetahui kebaikan dan kejahatan, serta mengetahui kewajiban membuat hukum-hukum. Namun menurutnya, akal masih membutuhkan wahyu sebagai petunjuk hidup mereka. Sebab wahyu sesungguhnya memiliki dua fungsi utama, yakni menolong akal untuk mengetahui secara rinci kehidupan akhirat, dan menguatkan akal agar mampu mendidik manusia untuk hidup secara damai dalam lingkungan sosialnya.[4]

Abduh pernah menyarankan agar para ahli fiqih membentuk tim yang bekerja untuk mengadakan penelitian tentang pendapat yang terkuat diantara pendapat-pendapat yang ada. Keputusan tim inilah yang kemudian dijadikan pegangan umat islam. Tim ahli fiqih tersebut, selain bertugas memfilter hasil ijtihad ulama maupun madzhab masa lalu juga mengadakan reinterpretasi terhadapnya. Jadi menurut Abduh, bermadzhab berarti mencontoh metode ber-istinbath hukum.[5]

D. POIN-POIN PIKIRAN

1. Ide Pemikiran

Gagasannya banyak menimbulkan pro dan kontra. Kalangan yang kontra dengan Abduh berasal dari kalangan ulama konservatif dan mereka menuduh Abduh sebagai orang yang menyesatkan, sedangkan kalangan yang pro dengan pemikirannya berasal dari kalangan mahasiswa. Ide pembaruan pemikiran Muhammad Abduh masih ada keterkaitannya dengan pemikiran sebelumnya seperti Jamaludin Al-Afghani dan Tahtawi.

Gagasan utama pembaruannya berangkat dari asumsi dasar bahwa semangat rasional harus mewarnai sikap pikir masyarakat dalam memahami ajaran islam. Selain itu, ajaran islam tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern dan ide pembaruannya bersifat bebas dan merdeka.

2. Ide Pembaruan Bidang Agama

Terdapat beberapa ide pembaruan Abduh dalam bidang agama, yaitu sebagai berikut:

· Abduh mengkategorikan ajaran yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits ada dua kategori, yaitu ibadah dan muamalah. Ide pembaruan Muhammad Abduh tentang dibukanya pintu ijtihad dan pemberantasan taklid, berdasar pada kepercayaan Abduh terhadap kekuatan akal.

· Perkawinan seharusnya hanya satu atau tidak berpoligami, jika tidak mampu berbuat secara adil. Sebab, hal itu merupakan syarat bolehnya berpoligami.

· Menentang hal-hal bid’ah dan penyimpangan terhadap akidah, diantaranya ziarah kubur pada auliya (pemimpin) dan mengganggu orang yang sedang sholat dengan menabuh bedug.

· Menentang perbuatan sebab menyogok atau dengan istilah sekarang suap-menyuap.

· Menentang sifat kikir dan boros yang dilakukan umat manusia.

3. Ide Pembaruan Bidang Pendidikan

Ide pembaruan Muhammad Abduh dalam bidang pendidikan bukan hanya pengajaran dengan sesuatu yang benar, tapi pendidikan harus didasarkan pada agama islam, sehingga akan menimbulkan jiwa kebersamaan yang mengatasi kepentingan pribadi. Sementara itu, para hartawan ikut andil dalam memberikan bantuan materiil. Selain itu, dia menekankan pentingnya ilmu pengetahuan dan perbaikan sistem pendidikan.

Diantara gagasan Abduh yang paling mendasar dalam sistem pendidikan adalah dia sangat menentang sistem dualisme. Menurutnya, dalam sekolah-sekolah umum harus diajarkan agama, sedangkan dalam sekolah-sekolah agama harus diajarkan ilmu pengetahuan modern.

4. Ide Pembaruan Bidang Hukum

Ide pembaruan Muhammad Abduh dalam bidang hukum adalah mengeluarkan fatwa-fatwa keagamaan dengan tidak terikat pada pendapat ulama-ulama masa lampau atau tidak terikat pada satu madzhab, sebab menjadikan pendapat para imam sebagai sesuatu yang mutlak bertentangan dengan ajaran islam.

Hukum menurutnya ada dua macam, yang pertama, hukum yang bersifat absolut yang teksnya terdapat dalam Al-Qur’an dan perinciannya terdapat dalam hadits, yang kedua, hukum yang tidak bersifat absolute dan tidak terikat pada konsensus ulama.

5. Ide Pembaruan Bidang Politik

Ide pembaruan Muhammad Abduh dalam bidang politik adalah kekuasaan Negara harus dibatasi oleh konstitusi. Ia berusaha membangkitkan kesadaran rakyat akan hak-haknya. Menurutnya, kepala Negara adalah manusia biasa yang dapat berbuat salah dan dipengaruhi oleh hawa nafsunya, dan kesadaran rakyatlah yang bisa membawa kepala Negara kepada jalan yang benar. Rakyat akan mengontrol perjalanan pemerintah. Oleh karena itu, perlu ditumbuhkan kesadaran akan hak-hak rakyat.

Selain ide tersebut, pemerintah uga harus melaksanakan sistem musyawarah dengan alas an untuk mencapai keadilan dan rasa tanggung jawab. Pemerintah juga harus memberikan kebebasan kepada individu untuk berkarya selam karyanya itu baik, dengan maksud memberikan kebebasan untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat.

Keterlibatan Abduh dalam politik praktis dalam rangka mendidik rakyat memasuki kehidupan politik yang didasarkan atas musyawarah. Abduh mementingkan keterlibatan rakyat dalam pemerintahan. Ide-ide pembaruan Abduh tersebut menyentuh berbagai bidang kehidupan masyarakat, seperti bidang politik, pendidikan, hukum dan keagamaan.

Jika Abduh mengangkat kehidupan akal, kita harus dapat memahaminya, sebab latar belakangnya ketika ia masih berada di Al-Azhar. Beliau mencela setiap penggunaan Al-Qur’an untuk mendukung aliran-aliran tertentu. Pendapat inilah yang membedakan antara Muhammad Abduh dan Mu’tazillah. Sementara itu dalam bidang politik menurutnya, kekuasaan Negara harus dibatasi oleh konstitusi.


[1] Muhammad ‘Imarah, 45 Tokoh Pengukir Sejarah, Era intermedia, Solo, cetakan pertama, Dzulhijjah 1427 H/ Januari 2007

[2] T. Al-Tanahi,ed., Muzakkirat Al-Imam Muhammad ‘Abduh, Cairo, Dar Al-Hilal, t.t., hal.29.

[3] Jumud adalah keadaan membeku, keadaan statis, tak ada perubahan.

[4] Herry Muhammad dkk., tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, cetakan 1, Gema Insani Press, Jakarta 2006, hal. 228.

[5] Ibid, hal. 229.

0 Response to "Tokoh Pembaharu Islam Muhammad Abduh"

Posting Komentar